BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu faktor yang menyebabkan
rusaknya lingkungan hidup sampai saat ini bagi bangsa Indonesia adalah faktor
pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang
berbahaya dan sulit dikelola. Manusia memang dianugerahi panca indera yang
membantunya mendeteksi berbagai hal yang mengancam hidupnya. Namun di dalam
dunia modern ini muncul berbagai bentuk ancaman yang tidak terdeteksi oleh
panca indera kita yaitu berbagai jenis racun yang dibuat oleh manusia sendiri.
Lebih dari 75.000 bahan kimia
sintesis telah dihasilkan manusia dalam beberapa puluh tahun terakhir. Banyak
darinya yang tidak berwarna, berasa dan berbau, namun potensial menimbulkan
bahaya kesehatan. Sebagian besar dampak yang diakibatkannya memang berdampak
jangka panjang seperti kanker, kerusakan saraf, ganggguan reproduksi, dan
lain-lain.
Sifat racun sintetis yang tidak
berbau dan berwarna, dan dampak kesehatnnya yang berjangka panjang, membuatnya
lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dengan gangguan yang langsung
bisa dirasakan oleh panca indera kita, misalnya saja adalah lindi yaitu air
hasil timbunan sampah.
Hampir
setiap kota besar di Indonesia telah menyediakan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sampah. Namun kebanyakan dari TPA-TPA ini hanya berfokus pada pengolahan sampah
saja. Padahal timbunan sampah juga menimbulkan aliran air lindi (leachate)
yang dapat mencemari lingkungan. Seandainya sudah ada unit pengolahannya pun
unit pengolahan tersebut masih bersifat apa adanya. Bahkan efluen dari unit
pengolahan tersebut masih berada di atas baku mutu yang telah ditetapkan
pemerintah.
Masalah utama yang dijumpai dalam
aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah
adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang
curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta
kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena
bergantung pada curah hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara
banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila hendak merancang
kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran lindi yang akan
digunakan dalam perancangan. Berangkat dari hal-hal tersebut, maka kami hendak
mengetahui pengertian lindi dan bagaimana proses pengolahan lindi tersebut di
TPA Puuwatu.
B.
Tujuan
Kunjungan Lapangan
Tujuan
kunjungan lapangan di TPA Puuwatu yaitu untuk mengetahui pengertian lindi dan
bagaimana proses pengolahan lindi yang baik.
C.
Manfaat
Kunjungan Lapangan
Adapun manfaat dari
kunjungan lapangan di TPA Puuwatu yaitu :
1. Sebagai
informasi mengenai lindi dan bagaimana proses pengolahan lindi yang baik di TPA
Puuwatu.
2. Sebagai
tambahan ilmu khususnya pada mata kuliah Pengelolaan Sampah Padat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Profil
TPA Puuwatu
1.
Gambaran Umum Lokasi
TPA Puuwatu
TPA Puuwatu terletak di Kelurahan Puuwatu Kecamatan Puuwatu Kota
Kendari yang mempunyai ketinggian 30 m di atas permukaan laut dengan topoggrafi
lembah – datar – berbukit. Perbedaan tinggi antara lembah dan bukit ± 20 m
dengan suhu rata-rata 26,4 ºC. Jalan masuk menuju TPA beraspal dengan lebar
jalan 5 m dan panjang ± 1,5 km yang merupakan jalan penghubung dengan jalan
umum, di dalam areal TPA terdapat juga bangunan kantor ukuran 4x5 m, bangunan
rumah pengomposan, dan bangunan rumah jaga.
Sampah
yang diangkut dari TPS kemudian di buang di TPA yang berada di Kelurahan
Watulondo, Kecamatan Puuwatu. Lahan TPA yang dimiliki seluas ± 13 Ha, yang
mulai beroperasi pada tahun 2002 dengan umur pakai TPA sekitar 15 tahun. Sampai
saat ini total luasan TPA yang sudah terpakai seluas ±
5,2 ha. Metode yang digunakan di TPA adalah Controlled
Land Fill, dimana sampah ditimbun di area terbuka lalu ditutup tanah
kemudian dilakukan pemadatan dengan bulldozer. Untuk membantu proses tersebut
TPAS Puuwatu memiliki 1 unit bulldozer.
TPA
Puuwatu juga dilengkapi dengan sarana
pengolahan air lindi serta Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) serta
instalasi gas metan yang telah termanfaatkan sebagai sumber listrik dan
dimanfaatkan juga untuk memasak.
Cakupan
pelayanan pengelolaan sampah di Kota Kendari hampir mencakup keseluruhan Kota
Kendari yakni sebanyak 10 Kecamatan dan 53 Kelurahan sekitar 67% dengan
setimasi jumlah penduduk terlayani sebanyak ± 179.778 jiwa. Volume sampah yang dihasilkan
di Kota Kendari pada tahun 2011 sebanyak ± 703,39 m3/hari. Dari
volume sampah sebanyak itu, sekitar 50 - 55% atau sekitar ± 300 m3/hari
diangkut ke TPA yang berada di Kecamatan Puuwatu.
Luas lokasi TPA Puuwatu ± 12,4269 ha dan dibagi pada beberapa
bagian yaitu:
1. Zona A : Merupakan lokasi penghijauan seluas ± 1 ha dan seluas ± 5
ha belum di gunakan, saat ini digunakan sebagai tanah penutup.
2. Zona B : lokasi bekas pembuangan sampah dan tidak aktif lagi
seluas ± 1,5 ha.
3. Zona C : Lokasi bekas pembuangan sampah, dan sudah tidak aktif
lagi seluas ± 3 ha.
4. Areal landfill yang baru seluas ± 1,5 ha.
5. Areal bangunan kolam pengelolaan lindi ± 0,5 ha.
2. Pelayanan Pengangkutan dan Volume Sampah
Kegiatan pengangkutan sampah dilakukan mulai jam 06.00 Wita oleh
petugas Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Kendari. Pengangkutan
dilakukan dari berbagai sumber yaitu dari tempat pembuangan sementara, lokasi
Pemukiman, Pertokoan, Pasar, Taman, Pinggir Jalan, lahan kosong masyarakat, dan
lain-lain. Pelayanan pengumpulan dan pengangkutan sampah menggunakan sarana
yang berbeda sesuai dengan lokasi tempat pengumpulan sampah, yang berada di
lorong-lorong atau di gang-gang menggunakan sarana angkutan motor sampah atau
gerobak sampah ke TPS, selanjutnya dari TPS-TPS di angkut ke TPA dengan
menggunakan Dump Truk.
Pembuangan sampah di TPA langsung ke alam atau ke tanah pada zona
yang sudah di siapkan, 5 sampai 6 hari kemudian dipadatkan dengan alat berat
lalu di tutup dengan tanah (diurug) setebal 30 cm sampai 40 cm selanjutnya
pembuangan sampah dilakukan berlapis ke atas. Perhitungan volume sampah yang
terangkut ke TPA oleh Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman tahun 2009
sampai tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Perhitungan
Volume Sampah yang dihasilkan dan yang Terangkut ke TPA Tahun 2009-2012
Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak semua sampah yang ada di TPS dan
yang teronggok di berbagai tempat dapat diangkut ke TPA. Terlihat pada Tabel
bahwa pada tahun 2009 hanya 75% sampah yang terangkut dan meningkat pada tahun
2010 menjadi 85%, hal ini karena pada tahun tersebut ada penambahan sarana
angkutan sampah yaitu Dump truk sebanyak 6 unit. Sedang pada tahun 2011 dan 2012
turun lagi menjadi 80%. Hal ini karena volume sampah meningkat terus dan tidak
diikuti dengan penambahan sarana angkutan sampah yang memadai.
Tabel 2 Jumlah Penduduk
Kota Kendari Tahun 2009 sampai 2011
Meningkatnya volume sampah ini seiring pula dengan meningkatnya
jumlah penduduk Kota Kendari yang dapat dilihat pada tabel 2 dimana jumlah
penduduk meningkat dari tahun 2009 sejumlah 260.867 jiwa menjadi 295.737 jiwa
pada tahun 2011.
3. Aspek/Jenis Persampahan di Kota Kendari
Pelayanan pengangkutan sampah
merupakan pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kebersihan, Pertamanan dan
Pemakaman untuk melayani pengakutan sampah dari masyarakat baik langsung maupun
tidak langsung untuk di teruskan ke TPA. Untuk pelayanan pengangkutan sampah
yang ada di Kota Kendari terbagi dalam 3 jenis pelayanan pengakutan yaitu :
a.
Pelayanan Langsung
Pelayanan
langsung yang dimaksud adalah pelayanan pengangkutan sampah yang dilaksanakan
secara dor to door oleh truk sampah milik Dinas Kebersihan, Pertamanan dan
Pemakaman dan langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Puwatu. Untuk pelayanan
langsung daerahnya mencakup permukiman penduduk yang berada di jalur pelayanan
langsung itu sendiri maupun kawasan-kawasan perdagangan seperti pasar, ruko dan
lainnya.
b.
Pelayanan Tidak Langsung
Pelayanan
tidak langsung yang dimaksud adalah pelayanan pengangkutan sampah yang
dilaksanakan dari tempat penumpukan/pembuangan sementara (TPS) kemudian
diangkut ke tempat penumpukan akhir (TPA). Pelayanan tidak langsung ini
kebanyakan dilaksanakan untuk wilayah-wilayah permukiman penduduk yang memiliki
TPS-TPS.
c.
Pelayanan Umum
Pelayanan
umum merupakan pelayanan yang dilakukan pada lokasi-lokasi yang menyangkut
kepentingan umum baik itu dari pembersihan sampai pengangkutan, kebanyakan
dilaksanakan di tempat fasilitas-fasilitas umum seperti jalan, pasar, dan
lain-lain.
Penanganan limbah padat/persampahan
di Kota Kendari sudah menjangkau hampir keseluruhan wilayah di sekitar Kota
Kendari. Volume sampah yang dihasilkan di Kota Kendari pada tahun 2011 sebanyak
± 703,39 m3/hari. Dari volume sampah sebanyak itu, sekitar 55% diangkut ke TPA yang berada di Kecamatan
Puuwatu. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 20% di kelola sendiri oleh masyarakat dengan
dipilah untuk dimanfaatkan kembali, sedangkan 25% lainnya dibakar maupun ada
juga yang dibuang di sungai.
Tabel 3
Pelayanan Persampahan Kota Kendari
No
|
Uraian Teknik Operasional
|
Volume
|
Keterangan
|
A
|
Jumlah Timbunan
|
|
|
|
-
Standar Timbulan Sampah/Org/Hr
|
2,5 L/Org/Hr
|
|
|
-
Perkiraan Jumlah Timbunan Sampah
(m3)
|
703,39 m3/hari
|
|
|
|
|
|
B
|
Pelayanan
Sampah
|
|
|
1
|
Cakupan Pelayanan (Jml Sampah
Terangkut + diolah / Jml Timbulan)
|
|
|
2
|
Perkiraan Jumlah KK yang Dilayani
|
|
|
3
|
Perkiraan Sampah Terangkut
|
|
|
|
-
Permukiman
|
275.73 m3/hari
|
|
|
-
Pasar
|
90.03 m3/hari
|
|
|
-
Pelayanan Umum
|
53.46 m3/hari
|
|
|
-
Penyapuan Jalan
|
19.69 m3/hari
|
|
|
-
Industri
|
39.39 m3/hari
|
|
|
-
Niaga
|
50.64 m3/hari
|
|
|
-
Kerja Bakti
|
5.63 m3/hari
|
|
|
-
Pelabuhan
|
8.44 m3/hari
|
|
|
-
Kaki Lima
|
19.69 m3/hari
|
|
|
Total
|
562,71 m3/hari
|
|
4
|
Kapasitas
Pelayanan TPS
|
903,2 m3
|
|
5
|
Kapasitas
Pelayanan TPA
|
|
|
6
|
Kapasitas
Pelayanan Pengumpulan
|
|
|
Pada tabel 3 dapat disimpulkan bahwa
diantara jenis sampah yang ada yang paling besar memberikan kontribusi
persampahan adalah sampah pemukiman yaitu sebesar 275,73 m³/hari dan yang
paling rendah adalah sampah kerja bakti 5,63 m³/hari.
Di dalam pengangkutan sampah, Dinas
Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman mempergunakan 20 unit gerobak sampah, 14
unit motor sampah, 6 unit mini truck, 32 unit dump truk, serta 4 unit armada
roll truk.
a.
Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Jumlah TPS yang ada di wilayah pelayanan
persampahan Kota Kendari di 64 Kelurahan sebanyak 1.129 unit yang tersebar di
sepanjang jalan arteri, arteri sekunder, pemukiman, pasar dan perkantoran.
b.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Jumlah
TPST yang ada di Kota Kendari sebanyak 11 TPST, dimana tiap TPST melayani
pengolahan sampah organik menjadi kompos untuk skala pemukiman (kompleks
perumahan).
c.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah yang diangkut dari TPS kemudian
di buang di TPA yang berada di Kelurahan Watulondo, Kecamatan Puuwatu. Lahan
TPA yang dimiliki seluas ± 13 Ha, yang mulai beroperasi pada tahun 2002 dengan
umur pakai TPA sekitar 15 tahun.
Menurut informasi yang didapatkan bahwa
jenis sampah yang masuk dalam area TPA sampah Puuwatu Kota Kendari adalah non
B3. Sehingga untuk Kawasan Kota Kendari jenis sampah yang dihasilkan hanya
berupa:
1)
Permukiman
2)
Pasar
3)
Pelayanan umum
4)
Penyapuan Jalan
5)
Induatri (Ikan)
6)
Niaga
7)
Kerja Bakti
8)
Pelabuhan
9)
Kaki Lima
B.
Kajian
Teori Tentang Lindi
1.
Pengertian
Lindi
Lindi
dapat didefinisikan sebagai cairan yang timbul dari hasil dekomposisi biologis
sampah yang telah membusuk yang mengalami pelarutan akibat masuknya air
eksternal ke dalam urugan atau timbunan sampah. Air lindi disebabkan oleh
terjadinya presipitasi cairan ke TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandungan
air pada sampah itu sendiri. Lindi bersifat toksik karena adanya zat pengotor
dalam timbunan yang mungkin berasal dari buangan limbah industri, debu, lumpur
hasil pengolahan limbah, limbah rumah tangga yang berbahaya, atau dari
dekomposisi yang normal terjadi pada sampah. Apabila tidak segera diatasi, landfill
yang dipenuhi air lindi dapat mencemari lingkungan, terutama air tanah dan
air permukaan. Hampir di semua TPA, air lindi terdiri dari cairan yang terdapat
di TPA dari sumber eksternal, seperti permukaan drainase, air hujan, air tanah,
dan air dari bawah tanah dan cairan yang diproduksi dari dekomposisi sampah
(Tchobanoglous et al., 1993).
Lindi adalah limbah cair sebagai
akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan limbah atau sampah kemudian membilas
dan melarutkan materi yang ada pada timbunan tersebut, sisa dari air tersebut
masuk (infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. (Hanafiah, 2003).
Air lindi merupakan air dengan
konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam landfill akibat
adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air lindi merupakan cairan yang
sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat
mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak ditangani dengan baik, air
lindi dapat menyerap dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat mencemari air
tanah sekitar landfill. (Hanafiah, 2003).
Sampah
pada timbunannya akan mengalami proses dekomposisi yang ditandai dengan
perubahan fisis, biologis, dan kimiawi. Dekomposisi yang terjadi pada landfill
dipengaruhi oleh pemadatan, kelembapan, kehadiran materi penghambat, laju
pengaliran air, temperatur, tersedianya O2, populasi mikrobiologis yang
dipengaruhi keadaan tanah penutup dan tipe dari sintesa yang terjadi,
sifat-sifat heterogenisasi sampah, sifat-sifat fisik, kimiawi dan biologis
(Peavy dkk, 1986). Variasi didalam komposisi lindi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain: komposisi dan umur sampah, lokasi dan pengoperasian serta
kondisi landfill, iklim dan kondisi hidrogeologi, kelembaban, temperatur,
pH, dan tingkat stabilisasi (Tchobanoglous et al., 1993).
2.
Komposisi
Lindi
Komposisi lindi sangat bervariasi
dari waktu ke waktu bergantung pada aktivitas secara fisik, kimia dan biologis
yang terjadi dalam sampah. Sangat sulit untuk menyimpulkan atau
mendefinisikan karakteristik lindi di TPA. Rentang jumlah kontaminan yang cukup
jauh menunjukkan sulitnya mendefinisikan atau memprediksikan komposisi tipikal
dari berbagai macam kontaminan yang ada dalam lindi.
Variasi komposisi lindi ini
disebabkan oleh berbagai macam sebab antara lain interaksi antara komposisi
sampah, umur dari sampah, kondisi hidrogeologi dari lahan, iklim, musim, dan
air yang melalui timbunan. Selain itu penentuan tinggi setiap sel, kedalaman
keseluruhan timbunan, tanah penutup dan kompaksi sampah juga turut berpengaruh.
Setelah lindi keluar diri timbunan sampah, komposisi lindi dipengaruhi oleh
jenis tanah dan pengenceran oleh air tanah. (Purwoko, 2009).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Mekanisme terjadinya Lindi
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air
eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi
terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dapat
dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada
masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi
oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup,
kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya. Kemampuan tanah dan sampah
untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan, menyebabkan
perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diperkirakan.
Dalam kaitannya dengan perancangan prasarana sebuah
landfill, paling tidak terdapat dua besaran debit lindi yang dibutuhkan dari
sebuah lahan urug, yaitu:
1.
Guna
perancangan saluran penangkap dan pengumpul lindi, yang mempunyai skala waktu
dalam orde yang kecil (biasanya skala jam), artinya saluran tersebut hendaknya
mampu menampung lindi maksimum yang terjadi pada waktu tersebut.
2.
Guna
perancangan pengolahan lindi, yang biasanya mempunyai orde dalam skala hari,
dikenal sebagai debit rata-rata harian.
Proses terjadinya Lindi
Rancangan
praktis yang sering digunakan di Indonesia untuk perancangan antara lain adalah
:
Ø Debit pengumpul lindi:
· Dihitung dari rata-rata hujan
maksimum harian dari data beberapa tahun
· Assumsi bahwa curah hujan akan
terpusat selama 4 jam sebanyak 90 %.
Ø Debit pengolah lindi:
· dihitung dari rata-rata hujan
maksimum bulanan, dari data beberapa tahun, atau
· dihitung dari neraca air, kemudian
diambil perkolasi kumulasi bulanan yang maksimum.
Produksi lindi bervariasi tergantung pada kondisi tahapan
pengoperasian landfill, yaitu:
Ø Dalam tahap pengoperasian (terbuka
sebagian): dalam tahapan ini, bagian-bagian yang belum ditutup tanah penutup
akhir, baik lahan yang sudah dipersiapkan maupun sampah yang hanya ditutup
tanah penutup harian, akan meresapkan sejumlah air hujan yang lebih besar.
· Setelah pengoperasian selesai
(tertutup seluruhnya): dalam kondisi ini sampah telah dilapisi tanah penutup
akhir. Tanah penutup akhir berfungsi untuk mengurangi infiltrasi air hujan,
sehingga produksi juga akan berkurang.
Ø Pendekatan yang biasa digunakan
dalam memprediksi banyaknyanya lindi dari sebuah landfill adalah dengan metode
neraca air dengan:
· Metode Thorntwaite.
Data Klimatologi yang digunakan
sebagai input pada Neraca Air Thorntwaite: data presipitasi (rata-rata bulanan
tahunan), data temperatur udara (rata-rata bulanan tahunan) serta posisi
geografis stasiun meteorologi setempat.
· Metode HELP (Model Hydrologic Evaluation of Landfill Performance), yang
dikembangkan oleh USEPA.
HELP merupakan program simulasi yang
paling banyak digunakan dalam merancang, mengevaluasi dan mengoptimasi kondisi
hidrologi dari sebuah landfill serta laju timbulan lindi yang dilepas ke alam.
Model HELP merupakan sebuah model
quasi-two-dimensional serta model hidrologi multi-layer, yang membutuhkan input
data sebagai berikut:
a. Data cuaca: parameter-parameter
presipitasi, radiasi matahari, temperatur dan evapotranspirasi.
b. Sifat-sifat tanah: porositas, field
capacity, wilting point, dan hydraulic conductivity.
Menurut Jagloo (2002), air tanah tidaklah statis melainkan
bergerak karena adanya perbedaan gradien hidrolika. Aliran ini menyebabkan air
tanah yang terkontaminasi bergerak mengikuti sistem alirannya sehingga mencapai
air tanah. Air lindi akan semakin cepat mencapai air tanah terlebih lagi didukung oleh kondisi
tanah yang bersifat porous dan permeable, seperti pasir, kerikil dan batu
pasir. Bahan-bahan tersebut mempunyai meabilitas tinggi sehingga air lindi
dapat dengan mudah bergerak dan menyebar. Komposisi air lindi dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di TPA, dan
kondisi spesifik tempat.
Menurut Todd (1980) dalam Tanauma (2000), air lindi
dicirikan bahwa pada daerah yang bercurah hujan tinggi, air lindi menjadi lebih
mudah terbentuk dan jumlahnya akan lebih banyak. Mekanisme masuknya air lindi
ke lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai
berikut :
1.
Air
lindi ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai Open Dumping, yaitu
kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah,
2.
Secara
khusus, bila air lindi masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan
tanah dijenuhi air,
3.
Akibat
adanya faktor seperti air hujan, mempercepat air lindi masuk ke lapisan tanah
yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan
tanah,
4.
Akibat
banyaknya air lindi yang terbentuk menyebabkan air lindi masuk ke lapisan air
tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh,
5.
Pada
lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan air lindi
dimana air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui
sumur-sumur dangkal.
Potensi gravitasi sangat penting dalam tanah-tanah
yang jenuh air. Hal ini diperhitungkan terutama untuk gerakan air lindi yang
menembus tanah yang pada umumnya bergerak dari elevasi tinggi ke elevasi
rendah. Biasanya air tanah yang diperhatikan mempunyai elevasi yang lebih
tinggi daripada sumber air bersih tertentu. Potensi gravitasi menggambarkan
banyaknya tenaga yang harus dikeluarkan untuk menggerakkan air dari sumber
tertentu pada elevasi rendah ke suatu tempat pada elevasi yang lebih tinggi
dalam tanah.
Gerakan air lindi ke dalam tanah mengikuti gerakan
air tanah, yang merupakan gerakan air dari tanah melalui evaporasi dan atau
drainase ( dari tanah basah ke tanah kering) dan dari tanah ke dalam akar-akar
tanaman. Gerakan air lindi dalam tanah terjadi seperti suatu cairan mengalir di
dalam tanah-tanah jenuh air. Pada semua kasus gerakan air dikendalikan oleh
laju aliran air yang diketahui sebagai konduktivitas hidrolik tanah dan juga
oleh gaya-gaya yang mengendalikannya.
Pada aliran jenuh, semua ruang pori terisi penuh
oleh air, air tersebut bergerak dengan cepat melalui pori yang lebih besar.
Potensi gravitasi merupakan gaya utama yang besar yang mengakibatka aliran.
Aliran jenuh selalu berada dalam tanah yang jenuh dan semua pori terisi penuh
air.
B.
Pengelolaan
Cairan Air Lindi di TPA Puuwatu
Pengelolaan cairan air lindi merupakan sebagian dari
pengelolaan lahan-urug secara keseluruhan. Pada dasarnya keberhasilan
penanganan lindi dimulai sejak suatu lahan dipilih, dan menerus sampai lahan
itu ditutup karena penuh. Pengelolaan cairan air lindi di TPA Puuwatu dapat
dilakukan dengan berbagai alternative, seperti:
1. Resirkulasi air lindi kembali ke
dalam landfill. Hal ini dapat meningkatkan laju dekomposisi kandungan organik
menjadi biogas hingga 70%. Resirkulasi air lindi dapat
dilakukan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan, air lindi harus
diolah untuk mengurangi volumenya.
2. Pengolahan air lindi dengan
menggunakan pengolahan limbah secara biologis. Pengolahan ini biasa dilakukan
dengan menggunakan lumpur aktif yang berfungsi
mendegradasi kandungan organik yang terdapat dalam air lindi. Setelah kandungan
organik dalam air lindi turun drastis, kemudian dapat dilakukan pemurnian
kembali dengan menggunakan alat filtrasi. Air keluaran yang diharapkan dari
pengolahan semacam ini dapat langsung dibuang ke lingkungan karena tidak
berbahaya bagi lingkungan.
3. Pengolahan air lindi dengan menggunakan
membran. Selain untuk mengurangi kekeruhan atau turbiditas, pengolahan dengan
membran dimaksudkan untuk mengurangi kadar COD, BOD serta kandungan logam pada
air lindi. Umumnya diperlukan pengolahan bertahap untuk
menghasilkan limbah yang memenuhi syarat baku mutu limbah seperti bioreaktor
dengan membran (membrane bioreactor) atau integrasi antara ultrafiltrasi dan
karbon aktif.
4. Metode landfill, relatif mudah
dilakukan dan bisa menampung sampah dalam jumlah besar. Akan tetapi, anggapan
ini kurang tepat karena jika tidak dilakukan secara benar, landfill dapat
menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan lingkungan. Masalah
utama yang sering timbul adalah bau dan pencemaran air lindi yang dihasilkan.
Selain itu, gas metana yang dihasilkan oleh landfill dan tidak dimanfaatkan
akan menyebabkan efek pemanasan global. Jika termanpatkan di dalam tanah, gas
metana bisa meledak. Oleh sebab itu, dalam sistem landfill yang baik diperlukan
adanya unit pengolahan air lindi dan unit pengolahan biogas. (Suriawiria, 2005)
Di negara maju biasanya masalah
lindi ini ditangani dengan diolah seperti halnya air limbah biasa. Beberapa
jenis pengolahan yang biasa digunakan adalah:
1.
Pengolahan
kimia fisika, biasanya koagulasi-flokulasi-pengendapan.
2.
Pengolahan
secara aerobik: proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau kolam aerasi.
3.
Pengolahan
secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi.
4.
Pemanfaatan
sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif.
C.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Air Lindi masuk kedalam Air Tanah
Faktor yang mempengaruhi air lindi masuk ke air
tanah adalah kondisi curah hujan, tekstur tanah, permeabilitas tanah, ketebalan
atau kedalaman zona aerasi dari sumur. Sampah yang dibiarkan terbuka bukan
hanya mengakibatkan pencemaran udara akibat bau. Sampah yang menggunung akan
menghasilkan lindi, yakni limbah cair, baik yang berasal dari proses pembusukan
sampah maupun karena pengaruh luar. Kedua hal itu akan memengaruhi kuantitas
dan kualitas lindi. TPA yang terletak di daerah yang curah hujan tinggi akan
menghasilkan kandungan lindi tinggi. Tetapi kualitas lindi itu masih
dipengaruhi komposisi atau karakteristik sampah yang dibuang, umur timbunan,
dan pola operasional TPA. Semakin banyaknya lindi, maka semakin berpotensi
untuk masuk ke dalam air tanah dan mencemari sumur.
Tekstur tanah menujukkan kasar atau halusnya suatu
tanah. Teristimewanya tekstur merupakan perbandingan relatif pasir,debu,dan
liat. Tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir debu dan liatnya
hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung,semakin halus
butir-butir tanah, maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur
hara. Tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi
bila tanah tersebut basah maka akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit
melewatkan air sehingga apabila tanahnya datar akan cenderung tergenang dan
pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Disamping itu tanah ini menghambat
lindi untuk meresap ke dalam tanah, sehingga sumur-sumur akan aman dari
kontaminasi lindi. Tanah dengan butir-butir kasar yang terlalu kasar (pasir)
tidak dapat menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh
pada tanah jenis ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara.
Ketebalan atau kedalaman zona aerasi dari sumur juga
berpengaruh. Semakin dalam atau tebal zona aerasinya, maka semakin kecil
terjadinya pencemaran terhadap sumur. Kalaupun terjadi pencemaran yang
diakibatkan oleh lindi tersebut, maka proses kontaminasinya memerlukan waktu
yang relatif lama.
Permeabilitas tanah adalah kemampuan batuan atau
tanah untuk melewatkan cairan, terutama air, minyak, dan gas. Apabila nilai
permeabilitasnya besar maka potensi semakin tercemarnya dengan lindi akan
semakin besar, begitu sebaliknya. Permeabilitas ini tergantung dari jenis
tanah.
D.
Dampak Cairan Air Lindi terhadap
Lingkungan Hidup di sekitar TPA
Lindi sangat berpotensial menjadi masalah, karena aliran
lindi bergerak secara lateral maupan vertical bergantang pada karakteristik
dari material yang berada di sekitarnya. (Suriawiria, 2005)
Air permukaan yang telah tercemar oleh lindi dapat
menyebabkan hilangnya nilai estetik dan perubahan keseimbangan hidup flora dan
fauna di dalam air. Pada kasus pencemaran air tanah, kontaminasi akan berjalan
terus menerus dalam periode yang lama. Untuk menanggulangi dan mencegah
pencemaran ini tentunya akan menghabiskan dana yang sangat besar dan khusus
untuk kasus pencemaran air tanah, untuk mengembalikan kondisi air ke keadaan
semula (tidak tercemar) dibutuhkan waktu puluhan atau bahkan ratusan tahun.
(Suriawiria, 2005)
Pengaruh pencemaran
lindi terhadap lingkungan disekitar TPA antara lain dapat berpengaruh pada
perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa, bau dan kekeruhan. Suhu limbah yang
berasal dari lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air yang tidak
tercemar lindi. Hal ini dapat mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan
oksigen dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau.
Terkontaminasinya
sumber air tanah dangkal oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam lindi seperti
misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium, magnesium, kesadahan,
klorida, sulfat, BOD, COD, pH yang konsentrasinya sangat tinggi akan
menyebabkan terganggunya kehidupan hewan dan binatang lainnya yang hidup di
sawah disekitar TPA. Disamping itu pula tercemarnya air bawah permukaan yang
diakibatkan oleh lindi berengaruh terhadap kesehatan penduduk terutama bagi
penduduk yang bermukim di sekitar TPA. Lindi yang semakin lama semakin banyak
volumenya akan merembes masuk ke dalam tanah yang nantinya akan menyebabkan
terkontaminasinya air bawah permukaan yang pada akhirnya akan menyebabkan
tercemarnya sumur-sumur dangkal yang dimaanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air minum.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a.
Lingkungan pemukiman sekitar TPA Puuwatu terletak
disekitaran area TPA Puuwatu. Bangunan rumah umumnya berupa rumah papan.
Masyarakat sekitar sebagian besar bekerja sebagai pemulung di TPA Puuwatu.
b.
Pengelolaan cairan air lindi di TPA Puuwatu dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain: resirkulasi air lindi kembali ke
dalam landfill, pengolahan limbah secara biologis, pengolahan air lindi dengan
menggunakan membran serta penggunaan metode landfill.
c.
Pengaruh pencemaran lindi terhadap lingkungan disekitar
TPA antara lain dapat berpengaruh pada perubahan sifat fisik air, suhu air,
rasa, bau dan kekeruhan.
3.2 Saran
Sampah sebaiknya
dikelola dengan baik sehingga dapat mengurangi hasil lindi yang dapat merugikan
lingkungan di sekitar TPA Puuwatu, selain itu pembungan sampah sebaiknya tidak
dengan open dumping karena selain menimbulkan bau yang tidak sedap cara ini
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Untuk meminimalisir pencemaran lindi terhadap lingkungan
disekitar TPA Puuwatu diharapkan Pemerintah dan Instansi sudah seharusnya
memberikan perhatian yang lebih dan melakukan langkah-langkah terpadu untuk
pengurangan pencemaran yang diakibatkan oleh sampah dengan menerapkan Reduce,
Reuse dan Recycle (3R).
DAFTAR PUSTAKA
·
Hanafiah,
Kemas Ali dkk. 2003. Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Jakarta : Rajawali
Perss.
·
Purwoko,
T. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Bumi Aksara.
·
Suriawiria,
U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar